Kurang lebih sejak bulan Mei atau sudah tiga bulan kompetisi
yang digelar oleh PT Liga Indonesia dan Kompetisi Amatir Liga Nusantara berhenti.
Bahkan Liga Nusantara belum bergerak. Konflik antara Kemenpora dan PSSI
bolehlah dikesampingkan sejenak. Bosan rasanya melihat para petinggi PSSI dan
Kemenpora bertarung saling adu kuat argumentasi siapa yang benar dan siapa yang
salah.
Cerita berlanjut ke pemain yang mencari sambilan lain di
luar kompetisi “professional”. Sepakbola
tidak mati. Masih ada turnamen antar kampung yang bergulir, bahkan tim dari
beberapa kampung rela memakai jasa pemain professional untuk bermain di
turnamen tersebut. Miris? Tentu tidak. Masih banyak kemirisan lain dibalik
gemerlapnya kompetisi terbesar sekelas ISL sekalipun, entah ada berapa pemain
yang gajinya saja belum dicairkan oleh klub, bahkan berbulan-bulan dan pemain
tersebut akhirnya pindah klub. Ujung dari kasus tersebut ialah turnamen tarkam.
Tarkam? Iya. Lalu kenapa? Masalah? Tentu tidak. Memang uang yang dijanjikan
tidak begitu besar jumlahnya, tapi daripada terus dilanda ketidakpastian dari
klub yang punya label “professional”,
“ahh mending gue ‘narkam’ aja”
mungkin begitu celetukan dari pemain sepakbola di negeri ini. Masalah cedera
dan lain-lain biarlah urusan mereka, yang penting dapat duit tambahan. Toh pemain
sekelas Boaz Solossa pernah kambuh cederanya. Karena apa? Karena tarkam. Padahal
kita tahu sendiri klub tempat Boaz bermain, Persipura Jayapura sangat jauh
sekali dari gossip berjudul “telat gaji pemain”. Lalu kenapa tarkam? Selain
uang yang jumlahnya memang tidak banyak sih, jelas ada lagi. Jaga kondisi atau
sebagainya lah, toh saya juga bukan pemain professional jadi saya tidak tahu
apa alasan tiap pemain berani mengikuti turnamen tarkam.
Akhir-akhir ini memang kondisi sepakbola sedang
grasak grusuk, nggak jelas. Media seolah membesar besarkan permasalahan yang
didera para pemain, entah itu pemain harus jualan makanan lah, pemain ikutan
tarkamlah. Bahkan beberapa bulan yang lalu saya nonton istrinya Christian
Gonzales nangis di Trans 7, ah lebay. Tapi saya selalu mengambil sisi positif
dari sebuah permasalahan. Saya melihat glamour-nya
panggung kompetisi nasional kita, tidak membuat pemain kita hidup mewah, bahkan
cenderung biasa aja kehidupan para pemain bola. “Terus duitnya kemana dong?
Perasaan pemain bola nasional kita kalo di TV tampilannya udah macam orang kaya
aja”. Jelas banyak pertanyaan yang timbul bila membandingkan yang ada di layar
TV, di mana pemain tampak begitu kaya dengan realita sesungguhnya. Tapi sudahlah,
jangan suudzon dulu apalagi duitnya hilang entah ke mana atau nuduh mafia,
mungkin para pemain bola di Indonesia gemar menabung dan tidak sombong.
mantap berita nya
boleh singgah juga di PREDIKSI DAN BERITA BOLA TERBARU