|
Demo untuk Menurunkan Nurdin Halid Tahun 2010 (detik) |
Sebelum mengawali esai ini, saya memohon maaf yang
sebesar-besarnya karena telah mengutip dan mengubah judul salah satu episode Mata
Najwa Trans 7 dengan judul “
PSSI Bisa Apa?”.
Berbeda dengan judul episode Mata Najwa “PSSI Bisa Apa?”,
yang digunakan untuk menyentil PSSI dengan maksud pertanyaan “PSSI sebenarnya
bisa apa sih?”, sebuah pertanyaan lain bagi masyarakat sepakbola Indonesia yang
hadir dalam benak saya adalah “supporter bisa apa?”. Pertanyaan ini saya buat bukan
untuk menyindir atau menyentil supporter. Sama sekali!
Setelah menonton salah satu episode Asumsi (channel Youtube milik Pangeran Siahaan) dengan judul “
Blak-blakkan Soal PSSI”, saya
kembali teringat dengan selentingan-selentingan betapa jahatnya sepakbola
Indonesia mulai dari pengaturan skor Liga Indonesia dari strata teratas sampai
strata terbawah, pencurian umur di kompetisi junior, rusaknya sistem pembinaan
usia muda, dan masih banyak hal lain yang dibahas mengenai jahatnya sepakbola
Indonesia.
Selentingan mengenai kelamnya sepakbola Indonesia sebenarnya
sudah jamak kita dengar, terutama melalui obrolan
santai warung kopi. Tetapi, akan berbeda rasanya bila obrolan warung kopi tersebut dibahas secara serius dan mendalam oleh
pelakunya sendiri.
Channel Youtube Asumsi mendatangkan Rochi Puttiray sebagai
legenda sepakbola Indonesia dan Anton Sanjoyo sebagai wartawan sepakbola
senior. Rochi, yang memang terkenal getol mengkritik PSSI menceritakan semuanya,
berbagai sisi kelam ketika dia bermain sempat mendapat sogokan untuk tidak
mencetak gol dan kelamnya pengalaman beberapa pemain sepakbola yang masih aktif
saat ini, hingga bertaruh salah satu klub akan juara Liga 1 di musim 2018 ini.
Entah itu benar, entah itu hanya asal ceplos saja.
Anton Sanjoyo, dalam video tersebut
mengaku menyelenggarakan kompetisi muda (Liga Kompas Gramedia Under 14) dan
banyak sekali kecurangan di kompetisi yang dibuatnya, terutama hal pencurian
umur. Beliau juga mengaku, terlalu banyak kartu kuning dan kartu merah untuk
ukuran kompetisi junior dan hal itu tidak pantas.
Itu tadi sedikit spoiler dari saya mengenai video “Blak-blakkan
Soal PSSI” dari channel Asumsi. Kembali ke topik awal, “supporter
bisa apa?”. Saya tidak berniat sama sekali untuk menyindir rekan-rekan sesama
supporter. Bobroknya pengelolaan sepakbola Indonesia membuat kita sebagai masyarakat sepakbola Indonesia ada di posisi yang serba salah. Tidak mendukung klub lokal? Salah. Mendukung? Lha kan katanya semua hasil pertandingan sudah diatur. Ah, susah.
Memboikot pertandingan dengan tidak menonton pertandingan
Liga Indonesia? Saya pikir itu tidak mungkin terjadi. Ada jutaan orang yang
hasratnya terhadap klub local Indonesia harus terpenuhi dengan cara menonton
sepakbola Indonesia baik dari layar TV ataupun langsung di stadion. Hari menonton
sepakbola adalah hari di mana setiap orang yang menonton sepakbola bebas mengekspresikan
dirinya. Tertawa riang gembira, meratapi kekalahan, berbicara kasar, dan masih
banyak ekspresi lainnya yang bisa ditumpahkan saat menonton sepakbola Indonesia,
termasuk saya sendiri. Boikot? Jelas tidak mungkin. Buah simalakama untuk kita semua!
Buah simalakama yang memiliki arti dihadapkan dengan dua pilihan sulit adalah ungkapan yang sangat
pantas diberikan kepada seluruh supporter klub lokal Indonesia. Jelas. Sudah
berapa kali klub yang kalian dukung dirugikan oleh kepemimpinan wasit dan sudah
berapa kali hukuman PSSI (yang terkesan pilih kasih) menimpa klub yang kalian
dukung? Kalian tetap datang ke stadion, bernyanyi, berteriak untuk klub kalian yang kalian cintai.
Cinta! Iya! Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ah betapa menyedihkannya. Tetapi
hasratku untuk mendukung klub jagoanku harus dituntaskan! Sama, saya pun begitu!
Lebih menyedihkan saat membahas tim nasional, ribuan orang
sudah berkali-kali pergi dari pelosok negeri ke Jakarta untuk mendukung tim
nasional. Ribuan orang juga sudah mengeluarkan pundi-pundinya untuk tandang ke
luar negeri demi mengawal tim nasional Indonesia yang berlaga di negeri orang.
Hasilnya? Kecewa. Mengapa kalian melakukan hal itu? Cinta! Iya! Cinta yang
bertepuk sebelah tangan. Ah betapa menyedihkannya!
Akhirnya hanya ada dua hal yang bisa dilakukan masyarakat
sepakloba Indonesia. Berdoa. Pasti! Lalu menekan klub-klub yang kalian cintai dan
PSSI untuk berbenah. Demonstrasi? Sah-sah saja di negeri yang demokratis ini.
Ada beberapa orang yang beranggapan demonstrasi tidak akan membuahkan hasil
karena PSSI adalah lembaga yang privat dan tidak bisa diganggu gugat. Ah, siapa
bilang? Toh Nurdin Halid bisa turun dari jabatan gandanya (sebagai Napi dan
sebagai Ketua PSSI) karena ada tekanan dari masyarakat sepakbola Indonesia. Maka
dari itu saya sampaikan salam terakhir “Masyarakat sepakbola di Indonesia,
bersatulah!”