Share

Sepakbola Kita, Antara Keunikan, Ekspektasi, dan Realita

Minggu, 21 September 2014
















Jelang tutup tahun 2014 ini sepakbola Indonesia kembali sibuk. Beberapa pertandingan internasional yang mencantumkan nama Indonesia kembali masuk kalender PSSI. Tiga jenjang umur berbeda dari  tim nasional disiapkan untuk laga-laga yang penting, karena event yang diikuti adalah event resmi. Tercatat ada tiga turnamen yang ada di depan mata. Asian Games cabor sepakbola (sedang berlangsung), Piala Asia U-19 dan yang terakhir Piala AFF. Sebuah hal yang langka untuk negeri yang kita cintai ini mengikuti tiga ajang sepakbola sekaligus dalam selang waktu beberapa bulan saja. 
Mengingat sepakbola kita lebih sering disibukkan dengan berita yang kurang (atau bahkan tidak sama sekali) meng-enak-kan. Mundurnya jadwal karena izin dari kepolisian yang tidak diturunkan, konflik antar supporter, pemain yang baku hantam dengan lawannya termasuk juga baku hantam dengan wasit, isu pengaturan skor yang seakan ditutup-tutupi oleh induk sepakbola di negeri kita, gaji pemain yang terlambat turun (atau bahkan tidak dibayarkan sama sekali) sampai menyebabkan kematian pemain karena tidak sanggup membayar biaya berobat, dan masih segudang berita tidak mengenakkan yang selalu lekat dengan sepakbola kita. Namun, di akhir tahun ini kita dihibur sejenak, layaknya oasis di tengah padang gurun, timnas akan kembali mewakili negara kita, untuk mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.

Unik memang kalau bicara sepakbola kita, berita buruk dan kurang meng-enak-kan seakan terlupakan saat tim nasional bermain padahal, adakah prestasi yang bisa dibanggakan? Saya atau bahkan anda yang membaca tulisan ini pasti berpikir tidak ada. Tapi entah kenapa masih banyak orang yang mau menonton pertandingan tim nasional walau hanya dari layar kaca. Istilahnya sih terkesan tak acuh namun masih sering update (stalking) berita terbaru dari tim nasional Indonesia. Kalau tim nasional menunjukkan prestasi yang meningkat walau tidak juara sekalipun, antusiasme pun lahir dan berkembang pesat, akhirnya tim nasional menjadi topik pembicaraan hangat di mana-mana (seperti saat AFF Cup 2010 & AFF U-19 Youth Championship 2013). Yah, inilah uniknya sepakbola kita, sepakbola yang terkenal di mata dunia hanya dari fanatisme-nya dan menjadi sasaran empuk para pebisinis yang mau mendatangkan klub Eropa ke Indonesia. Istilah kasarnya sih kita cuma jadi konsumen, kita terkesan memiliki pikiran “berapapun harga tiketnya, gue mau beli karena itu klub jagoan gue! Karena kalo dateng ke Eropa gue gak sanggup”.

Keunikan lainnya adalah saat beberapa bulan yang lalu piala dunia digelar, pasti ada video yang selalu diputar di tiap stasiun televisi, dan bagi saya ini menarik. Video apa itu? Tentu bukan video tak senonoh artis dengan anggota dewan, video tersebut adalah cuplikan pertandingan tim nasional Hindia Belanda yang bermain di piala dunia 1938. Sejak tahun 2006 saya mengenal sepakbola sampai 2014 ini video tersebut senantiasa diputar. Sekali lagi tolong izinkan saya bicara kata “entah”. Entah apa yang dibanggakan dari sebuah tim nasional Hindia Belanda, toh tim nasional saat itu tidak diisi oleh pemain terbaik dari negeri kita dan mereka tidak membawa nama Indonesia. NIVU (Nederlandsch-Indische Voetbal Unie) saat itu memang berkonflik dengan PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) dalam hal siapa yang akan mengirimkan tim ke piala dunia 1938. Akhirnya NIVU mengadakan perjanjian bertanding dengan tim PSSI, yang menang yang akan menjadi wakil Hindia Belanda. Namun Belanda saat itu memilih jalan mudah dengan menyerobot dan mendaftarkan pemain-pemain NIVU ke piala dunia. Mungkin kejadian inilah yang menjadi cikal bakal mental PSSI dalam mengambil keputusan, tidak pernah tepati janji dan selalu mencari jalan termudah.

Ekspektasi setinggi langit untuk bermain di piala dunia 2018 atau 2022 yang disematkan di pundak tim nasional U-19 memang terlihat agak berat. “Kok berat sih? Secara kan Evan Dimas dan kawan-kawan mainnya jago banget, pasti bisa lah mereka ke piala dunia”. Jawab teman saya yang mungkin belum mengerti apa itu arti pembinaan usia dini. Selama ini media terus-terusan mengekspos kegemilangan tim nasional U-19 Indonesia. Memang mereka bermain sangat apik, tapi tidakkah Anda memikirkan generasi penerus mereka? Tidak berpikirkah Anda mengenai tim nasional U-16 Indonesia ataupun tim nasional U-14 kita? Ya, itulah relita yang ada. Kita terus terusan memberikan harapan setinggi-tingginya ke tim nasional U-19, tanpa memandang lagi bahwa mereka (timnas U-19) butuh penerus.


Memang masih banyak yang harus dipelajari Indonesia (orangnya) dalam menikmati sebuah olahraga yang sangat populer di dunia ini. Tidak perlu berharap terlalu tinggi dengan membanding-bandingkan sepakbola Indonesia dengan sepakbola di Eropa. Cukup lihat kemajuan yang ada di negeri Thailand ataupun Malaysia saja untuk belajar bagaimana caranya menikmati sepakbola dengan cara yang ‘sehat’. Sekian tulisan dari saya atas kekurangannya mohon dimaklumi, ekspetasi dan realita sepakbola kita memang terasa sangat jomplang, tapi inilah keunikan sepakbola kita sepakbola Indonesia, akhir kata saya ucapkan MAJU TERUS SEPAK BOLA INDONESIA!

0 komentar: