Jelang tutup tahun 2014 ini sepakbola Indonesia kembali
sibuk. Beberapa pertandingan internasional yang mencantumkan nama Indonesia
kembali masuk kalender PSSI. Tiga jenjang umur berbeda dari tim nasional disiapkan untuk laga-laga yang
penting, karena event yang diikuti adalah event resmi. Tercatat ada tiga
turnamen yang ada di depan mata. Asian Games cabor sepakbola (sedang
berlangsung), Piala Asia U-19 dan yang terakhir Piala AFF. Sebuah hal yang langka untuk negeri yang kita
cintai ini mengikuti tiga ajang sepakbola sekaligus dalam selang waktu beberapa
bulan saja.
Mengingat sepakbola kita lebih sering disibukkan dengan berita yang kurang (atau bahkan
tidak sama sekali) meng-enak-kan.
Mundurnya jadwal karena izin dari kepolisian yang tidak diturunkan, konflik
antar supporter, pemain yang baku hantam dengan lawannya termasuk juga baku
hantam dengan wasit, isu pengaturan skor yang seakan ditutup-tutupi oleh induk
sepakbola di negeri kita, gaji pemain yang terlambat turun (atau bahkan tidak
dibayarkan sama sekali) sampai menyebabkan kematian pemain karena tidak sanggup
membayar biaya berobat, dan masih segudang berita tidak mengenakkan yang selalu
lekat dengan sepakbola kita. Namun, di akhir tahun ini kita dihibur sejenak,
layaknya oasis di tengah padang gurun, timnas akan kembali mewakili negara
kita, untuk mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
Unik memang kalau bicara sepakbola kita, berita buruk dan
kurang meng-enak-kan seakan terlupakan
saat tim nasional bermain padahal, adakah prestasi yang bisa dibanggakan?
Saya atau bahkan anda yang membaca tulisan ini pasti berpikir tidak ada. Tapi
entah kenapa masih banyak orang yang mau menonton pertandingan tim nasional
walau hanya dari layar kaca. Istilahnya sih terkesan tak acuh namun masih
sering update (stalking) berita terbaru dari tim nasional Indonesia. Kalau tim
nasional menunjukkan prestasi yang meningkat walau tidak juara sekalipun,
antusiasme pun lahir dan berkembang pesat, akhirnya tim nasional menjadi topik
pembicaraan hangat di mana-mana (seperti saat AFF Cup 2010 & AFF U-19 Youth
Championship 2013). Yah, inilah uniknya sepakbola kita, sepakbola yang terkenal
di mata dunia hanya dari fanatisme-nya dan menjadi sasaran empuk para pebisinis
yang mau mendatangkan klub Eropa ke Indonesia. Istilah kasarnya sih kita cuma
jadi konsumen, kita terkesan memiliki pikiran “berapapun harga tiketnya, gue
mau beli karena itu klub jagoan gue! Karena kalo dateng ke Eropa gue gak
sanggup”.
Keunikan lainnya adalah saat beberapa bulan yang lalu piala
dunia digelar, pasti ada video yang selalu diputar di tiap stasiun televisi,
dan bagi saya ini menarik. Video apa itu? Tentu bukan video tak senonoh artis
dengan anggota dewan, video tersebut adalah cuplikan pertandingan tim nasional Hindia Belanda yang bermain di piala dunia 1938. Sejak tahun 2006 saya
mengenal sepakbola sampai 2014 ini video tersebut senantiasa diputar. Sekali
lagi tolong izinkan saya bicara kata “entah”. Entah apa yang dibanggakan dari
sebuah tim nasional Hindia Belanda, toh tim nasional saat itu tidak diisi oleh
pemain terbaik dari negeri kita dan mereka
tidak membawa nama Indonesia. NIVU (Nederlandsch-Indische
Voetbal Unie) saat itu memang berkonflik dengan PSSI (Persatuan
Sepakraga Seluruh Indonesia) dalam hal siapa yang akan mengirimkan tim ke piala
dunia 1938. Akhirnya NIVU mengadakan perjanjian bertanding dengan tim PSSI,
yang menang yang akan menjadi wakil Hindia Belanda. Namun Belanda saat itu
memilih jalan mudah dengan menyerobot dan mendaftarkan pemain-pemain NIVU ke
piala dunia. Mungkin kejadian inilah yang menjadi cikal bakal mental PSSI dalam
mengambil keputusan, tidak pernah tepati
janji dan selalu mencari jalan termudah.
Ekspektasi
setinggi langit untuk bermain di piala dunia 2018 atau 2022 yang
disematkan di pundak tim nasional U-19 memang terlihat agak berat. “Kok berat
sih? Secara kan Evan Dimas dan kawan-kawan mainnya jago banget, pasti bisa lah
mereka ke piala dunia”. Jawab teman saya yang mungkin belum mengerti apa itu
arti pembinaan usia dini. Selama ini media terus-terusan mengekspos
kegemilangan tim nasional U-19 Indonesia. Memang mereka bermain sangat apik,
tapi tidakkah Anda memikirkan generasi penerus mereka? Tidak berpikirkah Anda
mengenai tim nasional U-16 Indonesia ataupun tim nasional U-14 kita? Ya, itulah
relita yang ada. Kita terus terusan memberikan harapan setinggi-tingginya ke
tim nasional U-19, tanpa memandang lagi bahwa mereka (timnas U-19) butuh
penerus.
Memang masih banyak
yang harus dipelajari Indonesia (orangnya) dalam menikmati sebuah olahraga
yang sangat populer di dunia ini. Tidak perlu berharap terlalu tinggi dengan
membanding-bandingkan sepakbola Indonesia dengan sepakbola di Eropa. Cukup
lihat kemajuan yang ada di negeri Thailand ataupun Malaysia saja untuk belajar
bagaimana caranya menikmati sepakbola dengan cara yang ‘sehat’. Sekian tulisan
dari saya atas kekurangannya mohon dimaklumi, ekspetasi dan realita sepakbola
kita memang terasa sangat jomplang, tapi inilah keunikan sepakbola kita
sepakbola Indonesia, akhir kata saya ucapkan MAJU TERUS SEPAK BOLA INDONESIA!
0 komentar:
Posting Komentar